Ion Logam Transisi Meminjamkan Warna ke Permata

 Ion Logam Transisi Meminjamkan Warna ke Permata 


Warna permata yang indah (sangat berharga bagi para kolektor dimanapun) muncul karena adanya pengotor ion logam transisi dalam mineral yang seharusnya tidak berwarna. Untuk contoh, merah mempesona dari ruby (yang paling berharga dari semuanya batu permata) disebabkan oleh ion Cr3+ (yang menggantikan sekitar 1% dari ion Al3+ dalam mineral korundum, yang merupakan bentuk kristal aluminium oksida (Al2O3) yang hampir sekeras berlian). Dalam struktur korundum, ion Cr3+ dikelilingi oleh enam ion oksida pada lubang oktahedron. Hal Ini menghasilkan spliting oktahedral pada orbital 3d dari ion kromium, sehingga ion Cr3+ menyerap cahaya biru-violet dan kuning-hijau (dari spketrum cahaya sinar tampak) dan akhirnya tampak sebagai merah yang merupakan karakteristik warna ruby.  

Di sisi lain, jika beberapa ion Al3+ dalam korundum digantikan oleh campuran Fe2+, Fe3+, dan ion Ti4+, permata yang dihasilkan disebut sebagai safir dengan warna biru terang atau jika beberapa ion Al3+ diganti dengan ion Fe3+, maka batu itu diberinama topaz kuning. 

Zamrud berasal dari mineral beryl, berilium aluminium silikat (rumus empiris 3BeO.Al2O3.6SiO2). Ketika beberapa ion Al3+ dalam beryl digantikan oleh ion Cr3+ maka batu menjadi berwarna hijau yang merupakan karakteristik zamrud. Dalam kondisi ini spliting orbital 3d dari ion Cr3+ menyebabkannya menyerap cahaya kuning dan biru-violet dan meneruskan cahaya hijau. Sebuah permata yang terkait erat dengan rubi dan zamrud adalah alexandrite (dinamai dengan Alexander II dari Rusia). Permata ini didasarkan pada mineral chrysoberyl, alumium berilium dengan rumus empiris BeO.Al2O3 yang kira-kira 1% dari ion Al3+ diganti dengan ion Cr3+. Dalam chrysoberyl memiliki kondisi sehingga ion Cr3+ menyerap spektrum cahaya kuning. Alexandrite memiliki sifat yang menarik yaitu menghasilkan warna sesuai dengan sumber cahaya. Ketika batu alexandrite pertama ditemukan jauh di dalam tambang di Pegunungan Ural Rusia pada tahun 1831, alexandrite memiliki warna merah dengan cahaya api dari lampu penambang. Namun, ketika batu itu dibawa ke permukaan, warnanya adalah biru. Perubahan warna yang tampaknya ajaib ini terjadi karena cahaya api dari penambang kaya akan cahaya panjang gelombang warna kuning dan merah (tidak mengandung berwarna biru) sehingga batu alexandrite nampak berwarna merah. Penyerapan kuning oleh batu menghasilkan warna kemerahan. Namun, siang hari memiliki lebih banyak intensitas di wilayah biru daripada merah. Dengan demikian warna biru akan diteruskan/tidak diserap oleh batu sehingga batu berwarna kebiruan di siang hari. 

Setelah struktur permata alami diketahui, maka biasanya tidak terlalu sulit untuk membuat permata buatan. Misalnya, rubi dan safir dibuat dalam skala besar dengan menggabungkan Al(OH)3 dengan garam logam transisi yang tepat. Suhu sekitar 1200°C digunakan untuk membuat “dopping”korundum. Dengan teknik ini permata dengan ukuran sangat besar dapat diproduksi: Rubi seberat 10 lb dan safir seberat 100 lb telah disintesis. Batu sintetis diproduksi untuk perhiasan sebenarnya identik dengan batu alaminya, dan ini semua berkat keterampilan ahli gemologi untuk mempelajari batu permata. 

Batu alexandrite





John Mc Murry, General Chemistry, 4th Edition

Zhumdahl, Chemistry, 8th Edition


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bab 16 Unsur Golongan Transisi

Bab 14 Nitrogen dan Senyawaannya

Bab 3 : Padat, cair, dan Gas