Bab 16 Unsur Golongan Transisi
Unsur Golongan Transisi
Daftar Isi
1 Karakteristik unsure transisi
2 Konfigurasi Elektron
3 Sifat Fisik
3.1 Jari-jari ion
3.2 Energy ionisasi
4 Variasi Biloks
5 Kompleks Logam Transisi
5.1 KStab
5.2 Hemoglobin
5.3 Efek ligan terhadap E°
6 Warna senyawa kompleks
7 Penggunaan logam transisi untuk katalis
8 Unsur Transisi (Optional)
8.1 Klasifikasi dari Ligan
8.2 Bentuk kompleks
8.3 Isomer dalam kompleks
8.4 Sifat Kemagnetan dari Unsur Transisi
8.5 Kimia Vanadium
8.6 Kimia Kromium
8.7 Kimia Mangan
8.8 Kimia Besi
8.9 Kimia Kobalt
8.10 Kimia Nikel
8.11 Kimia Tembaga
Karakteristik unsure transisi
Unsure transisi adalah unsur yang dapat membentuk satu atau lebih ion yang stabil dengan subkulid 3d yang tidak terisi penuh electron. Ini adalah salah satu keunikan dari unsure golongan transisi.
Contoh : Besi adalah unsur transisi karena dapat membentuk ion Fe3+ yang memiliki konfigurasi elektrpn 1s2, 2s2, 2p6, 3s2, 3p6, 3d5 (Dimana orbital d hanya mengandung 5 elektron).
Posisi unsur transisi di tabel periodik diperlihatkan pada gambar berikut
Deret transisi pertama dimulai dari Sc sampai Zn. Akan tetapi Sc dan Zn kurang memiliki karakteristik seperti golongan transisi. Sehingga dalam prakteknya deret transisi pertama hanya mengandung unsure Titanium (Ti) sampai Tembaga (Cu).
Unsure golongan transisi memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang mirip, Berikut sifat unsure golongan transisi :
Logam dengan titik leleh dan titik didih yang tinggi
Memiliki densitas yang tinggi (dibandingkan golongan non-transisi)
Memiliki bilangan oksidasi yang bervariasi pada senyawanya
Membentuk ion berwarna dalam air
Membentuk sejumlah besar ion dan senyawa kompleks
Merupakan katalis yang baik
Dapat menggunakan orbital dari dua kulit yang berbeda untuk berikatan
Sifat logam transisi dibandingkan dengan Ca (unsure blok s)
Konfigurasi Elektron
Berikut adalah tabel konfigurasi elektron dari unsur transisi periode 4
Cr memiliki konfigurasi electron 3d5, 4s1. Cu memiliki konfigurasi electron 3d10, 4s1. Karena orbital d lebih cenderung stabil pada konfigurasi electron penuh atau setengah penuh
Untuk unsure Ti sampai Cu, subkulit 4s memiliki energy lebih tinggi dibanding subkulit 3d. akan tetapi perbedaan energinya sangatlah rendah
Logam transisi dapat menggunakan dua orbital dari dua kulit berbeda untuk berikatan. Contoh besi melepas electron dari subkulit 4s dan 3d untuk membentuk Fe3+ dalam senyawa
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa unsure transisi membentuk ion dengan subkulit d yang tidak terisi penuh. Berikut beberapa contohnya :
Sifat Fisik
Unsure golongan transisi memiliki sifat fisik yang mirip, sebagaimana diberikan contoh seperti table berikut
Unsure transisi semuanya adalah logam, yang memiliki titik didih dan titik leleh yang tinggi dibandingkan dengan unsure non-transisi. Titik leleh dan didih yang tinggi dikarenakan adanya ikatan logam. Ikatan logam ini tinggi karena unsure transisi memiliki banyak electron yang dapat digunakan untuk berikatan
Jari-jari ion
Logam transisi menunjukan perubahan yang kecil pada jari-jari atomnya. Hal ini dikarenakan pada logam transisi penambahan elektron diletakan pada kulit dalam (3d) sehingga tidak menambahkan kekuatan tarik menarik antara electron terluar dengan inti atom. Hal ini berbeda dengan unsure golongan utama, dimana penambahan electron akan diletakan pada kulit terluar sehingga berpengaruh pada interaksi inti dengan electron valensinya
Energy ionisasi
Hanya terjadi perubahan yang kecil dari energy ionisasi pertama unsure golongan transisi dari Ti sampai Cu. Hal ini dikarenakan
Jari-jari atom dari Ti sampai Cu hampir konstan
Gaya tarik menarik dari electron terluar juga nilainya hampir konstan
Untuk energi ionisasi lanjut, hanya ada sedikit variasi energy ionisasi ditunjukan sebagai berikut :
Ca memiliki energy ionisasi ketiga yang sangat tinggi karena ionisasi ini memindahkan electron dari orbital 3p. sedangkan Sc memiliki energy ionisasi yang rendah karena electron dipindahkan dari subkulit 3d, dimana energy subkulit 3d hampir sama dengan energy dari subkulit 4s
Energy ionisasi ke-4 dari Sc sangat tinggi karena ionisasi ini memindahkan electron dari subkulit 3p. disisi lain energy ionisasi ke-4 dari Ti lebih rendah daripada Sc karena electron dipindahkan dari subkulit 3d
Energy ionisasi ke-4 dari Co lebih rendah dari Fe karena 2 elektron 3d pada Co adalah berpasangan sedangkan pada Fe adalah tak berpasangan. Hal yang mirip terjadi pada energy ionisasi ke-3 dari Mn
Variasi Biloks
Unsure transisi memiliki biloks yang bervariasi dalam senyawanya. Contoh Fe membentuk Fe2+ dan Fe3+ dalam senyawanya.
Variasi biloks ini dikarenakan kecilnya perbeaan energy antara subkulit 3d dan 4s.
Besi memiliki biloks I,II,III,IV, dan V dalam senyawanya walaupun hanya II dan III yang umum
Berikut 4 energi ionisasi dari Fe dan Mg
Ketika senyawa dibentuk maka dibutuhkan energy untuk melepas electron dari atom, energy ionisasi ini diperoleh dari energy yang dilepaskan ketika sebuah ikatan terbentuk
Mg dengan mudah dapat membentuk Mg2+, dan energy yang dilepaskan oleh terbentuknya ikatan MgO akan cukup untuk memenuhi kedua energy ionisasi ini, akan tetapi energi ionisasi ketiga terlalu besar dan energy yang dilepaskan dari pembentukan ikatan ini tidak cukup untuk melakukan ionisasi dari Mg sehingga Mg hanya membentuk ion Mg2+.
Fe dengan mudah dapat membentuk Fe2+, akan tetapi tidak diperlukan energy yang terlalu besar untuk melakukan ionisasi ke-3 karena perbedaan energy yang kecil antar 4s dan 3d. sehingga sepanjang energy yang dibebaskan dalam pembentukan ikatan ini cukup maka ion Fe3+ dapat terbentuk. Begitu juga dengan ionisasi selanjutnya dapat terjadi asalkan tersedia energy yang cukup karena tidak ada lompatan kenaikan energy ionisasi yang drastic dari atom Fe ini
Biloks dari logam transisi pada senyawanya ditunjukan dalam gambar berikut :
Catatan : biloks yang diberi lingkaran, adalah biloks yang stabil.
Biloks II umumnya diperoleh dari pelepasan electron pada subkulit 4s yang merupakan kulit terluar dari atom
Biloks maksimum dari unsure berhubungan dengan jumlah maksimum dari electron yang tersedia untuk berikatan sebagai contoh Cromium memiliki biloks maksimum VI hal ini berkaitan dengan electron dari 3d5 dan 4s1 yang digunakan untuk berikatan. Dan tidak mungkin ditemukan Cr dengan biloks VII karena memang Cuma ada 6 elektron pada kulit terluarnya. Dari gambar terlihat ada kenaikan biloks maksimum dari Sc ke Mn sebagaimana kenaikan electron 3d dan 4s dari masing-masing atom
Penurunan biloks maksimum dari Mn ke Zn berhubungan dengan penurunan jumlah electron tak berpaasangan dalam subkulit 3d dan 4s. dari Mn ke Zn beberapa electron dalam subkulit 3d berpasangan. Electron yang tidak berpasangan ini menjadi tidak reaktif dan tidak dapat digunakan untuk berikatan sebagai
contoh : Ni hanya dapat menggunakan 2 elektron tak berpasangan pada 3d dan 2 elektron pada 4s untuk berikatan. Sehingga biloks maksimum dari Ni adalah +4.
Biloks +1 untuk Cu adalah cukup stabil dimana electron yang lepas berasal dari subkulit 4s dan menyisakan subkulit 3d yang diisi penuh electron.
Bilangan oksidasi yang umum dari Fe dapat dijelaskan sebagai berikut :
Fe2+ kehilangan 2 elektron pada subkulit terluarnya, karena memang subkulit 4s terikat lemah oleh inti sehingga mudah dilepaskan elektronnya. Sedangkan untuk Fe3+ kehingan 2 elektron di subkulit 3d dan 1 elektron di subkulit 4s. electron pada subkulit 3d ini adalah electron berpasangan hal ini dikarenakan tolakan yang terjadi pada electron berpasangan ini sehingga elektron ini lebih mudah dilepaskan
Kompleks Logam Transisi
Kompleks logam transisi terdiri dari logam transisi yang dikelilingi oleh ligan. Partikel ligan dapat berupa molekul atau ion yang memiliki pasangan electron menyendiri. Ligan dapat membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan orbital kosong dari logam transisi. Atom logam transisi biasanya adalah ion positif
Logam transisi dapat membentuk banyak kompleks karena memiliki orbital kosong pada 3d, 4s dan 4p yang dapat digunakan untuk ikatan konjugasi dengan electron bebas dari ligan
Jumlah ikatan kovalen koordinasi yang dibentuk oleh ligan dengan logam transisi disebut bilangan koordinasi. Bilangan koordinasi dari kompleks biasanya adalah +4 atau +6.
Contoh ion kompleks adalah ion [FeCl4]2-
Ion pusatnya adalah Fe2+, dimana ion ini menggunakan orbital kosong di 4s dan 4p untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi
Ligannya adalah Cl-, dimana masing-masing ion Cl- mendonorkan sepasang elektron ke ion pusat
Geometri ion kompleksnya adalah
Ion kompleks ini memiliki geometri tetrahedral dengan bilangan koordinasi 4.
Contoh lain adalah ion kompleks [Fe(CN)6]4-
Ion ini tersusun atas ion pusat Fe2+ dan 6 ligan CN- yang berikatan dengan ikatan kovalen koordinasi
Ion CN- adalah ligan kuat sehingga dapat memaksa elektron tunggal pada Fe2+ untuk berpasangan. Dalam hal ini ion Fe2+ menggunakan orbital kosong pada subkulit d, s dan p untuk berikatan dengan 6 ion CN-
Geometri ion kompleksnya adalah
Ion kompleks ini memiliki geometri oktahedral dengan bilangan koordinasi 6.
Beberapa ligan yang umum adalah :
Molekul netral = H2O, NH3
Anion = Cl-, F-, CN-, SCN-
Semua logam transisi membentuk senyawa kompleks dengan air dengan rumus [M(H2O)6]z+ sebagai contoh [Fe(H2O)6]2+ dan [Cr(H2O)6]3+
Ion kompleks yang penting untuk Cr, Mn, Fe dan Cu diberikan sebagai berikut :
Ligan dari senyawa kompleks dapat ditukar dengan ligan lain untuk menghasilkan senyawa kompleks yang baru. Sebagai contoh ketika ammonia berlebih ditambahkan ke ion [Cu(H2O)6]2+ maka 4 ligan H2O akan digantikan dengan ligan NH3 menghasilkan [Cu(NH3)4(H2O)2]2+ (atau [Cu(NH3)4]2+). Dalam hal ini warna larutan berubah dari biru ([Cu(H2O)6]2+) menjadi biru gelap ([Cu(NH3)4]2+).
Hal yang mirip adalah, apabila larutan HCl pekat ditambahkan ke larutan [Cu(H2O)6]2+ atau [Co(H2O)6]2+. maka akan dihasilkan perubahan berikut
[Cu(H2O)6]2+ + 4Cl- 🡪 [CuCl4]2- + 6H2O
Biru kuning
[Co(H2O)6]2+ + 4Cl- 🡪 [CoCl4]2- + 6H2O
Pink biru
KStab
Apabila larutan HCl pekat ditambahkan ke larutan [Cu(H2O)6]2+ maka akan dihasilkan [CuCl4]2- menurut reaksi berikut :
[Cu(H2O)6]2+ + 4Cl- ⇌ [CuCl4]2- + 6H2O
Dalam hal ini, molekul ligan air diganti dengan ligan Cl-
Reaksi di atas merupakan reaksi kesetimbangan, dengan konstanta kesetimbangan yang disebut sebagai Konstanta stabilitas (Kstab).
Konstanta kesetimbangan untuk pembentukan kompleks disebut konstata kestabilan (Kstab) atau juga sering disebut konstanta pembentukan (Kf)
Contoh : Kstab ion [CuCl4]2-(aq) adalah
[Cu(H2O)6]2+(aq) + 4Cl-(aq) ↔ [CuCl4]2-(aq) +6H2O(l)
Atau dapat ditulis
Cu2+(aq) + 4Cl-(aq) ↔ [CuCl4]2-(aq) Kstability=[CuCl4]2-[Cu2+]{Cl-]4= 4 x 105 mol-3 dm9
Makin besar nilai Kstab maka makin stabil senyawa kompleks dalam larutanya. Berikut adalah data Kstab dari beberapa ion kompleks
Tabel di atas menunjukan bahwa ion kompleks [Cu(NH3)4]2+ sekitar 200 000 000 kali lebih stabil dibandingkan [Cu(Cl)4]2-.
Ion logam pusat akan lebih suka berikatan dengan ligan yang memiliki nilai Kstab yang lebih tinggi dibandingkan ligan dengan Kstab rendah.
Contoh : diketahui Kstab [Fe(Cl)4]- = 8 x 10-2 , Kstab [Fe(H2O)5SCN]2+ = 8 x 103, Kstab [Fe(CN)6]3- = 1 x 1031
Oleh karena itu kestabilan relatif ion kompleksnya adalah
[Fe(CN)6]3- > [Fe(H2O)5SCN]2+ > [Fe(Cl)4]-
Ketika KSCN ditambahkan pada [Fe(Cl)4]- , maka ligan Cl- akan digantikan dengan ligan SCN- sehingga diamati warna merah dari ion kompleks [Fe(H2O)5SCN]2+ yang bersifat lebih stabil
Ketika KSCN ditambahkan pada larutan [Fe(CN)6]3- maka ion kompleks [Fe(H2O)5SCN]2+ tidak terbentuk karena ligan CN- lebih kuat dan stabil dibandingkan ligan SCN-.
Garam Logam hidroksida dapat larut dalam basa kuat dapat dijelaskan pula menggunakan konsep Kstab ini.
Contoh :
ion Cr3+ akan menghasilkan endapan hijau jika ditambakan dengan sedikit NaOH,
Cr3+(aq) + 3OH-(aq) ⇌ Cr(OH)3(s) reaksi-1
ketika NaOH dalam jumlah berlebih ditambahkan maka endapan akan larut karena reaksi berikut
Cr3+(aq) + 3OH-(aq) ⇌ [Cr(OH)6]3-(aq) reaksi-2
Dalam hal ini, nilai konstanta kesetimbangan reaksi ke-2 jauh lebih besar dibanding reaksi ke-1 sehingga endapan Cr(OH)3 akan larut membentuk kompleks [Cr(OH)6]3-.
Hemoglobin
Hemoglobin terdiri dari heme dan rantai polipeptida
Dalam molekul hemoglobin, terdapat atom Fe
Memiliki biloks +2
Mengikat 5 atom N dan 1 atom O (molekul air)
Memiliki bilangan koordinasi 6
Hemoglobin menyerap oksigen dari paru-paru dengan membentuk oksihemoglobin. Molekul oksigen menggantikan molekul air dan membentuk ikatan kovalen konjugasi dengan Fe. Oksihemoglobin membawa oksigen dalam darah
Reaksi antara hemoglobin dengan oksigen adalah reaksi reversible
Oksigen + hemoglobin ↔ oksihemoglobin
Pada tempat yang tinggi konsentrasi oksigen di atmosfer rendah, sehingga konsentrasi oksihemoglobin juga rendah sehingga sedikit saja oksigen yang bisa diangkut oleh darah, hal ini menyebabkan seseorang menjadi lemah pada tempat tersebut. Orang pada daerah tinggi cenderung memiliki hemoglobin yang lebih banyak sehingga tetap dapat menyediakan oksihemoglobin yang cukup untuk tubuhnya
Atom Fe dalam hemoglobin juga dapat membentuk ikatan konjugasi dengan molekul Co dan ion CN- membentuk ikatan yang irreversible. Ikatan ini jauh lebih kuat dari ikatan Fe-O2 dan juga ikataanya lebih mudah terbentuk sehingga mengurangi kemampuan hemoglobin mengangkut oksigen. Hal ini dapat menyebabkan kematian
Efek ligan terhadap E°
Berikut data potensial reduksi dari Fe3+/Fe2+ pada ligan yang berbeda
[Fe(H2O)6]3+ + e- 🡪 [Fe(H2O)6]2+ E° = +0.77 V
[Fe(CN)6]3- + e- 🡪 [Fe(CN)6]4- E° = +0.36 V
Dalam hal ini, adanya ligan CN- membuat potensial reduksi menjadi kurang positif
Dapat disimpulkan bahwa Fe3+ lebih stabil ketika berikatan dengan ligan CN- dibandingkan ligan H2O. Hal ini karena ikatan Fe3+ dengan CN- bersifat lebih kuat
Kstab [Fe(CN)6]4- =1024
Kstab [Fe(CN)6]3- = 1031
Dalam hal ini kemampuan oksidasi Fe3+ turun jika berikatan dengan ligan CN-.
[Fe(H2O)6]3+ dapat mengoksidasi I- menjadi I2.
2[Fe(H2O)6]3+ +2I- 🡪 2[Fe(H2O)6]2+ + I2 E⁰= 0.23 V
[Fe(CN)6]3- dapat mengoksidasi I- menjadi I2.
2[Fe(CN)6]3- +2I- 🡪 2[Fe(CN)6]4- + I2 E⁰= -0,18 V
Warna senyawa kompleks
Kebanyakan kompleks logam transisi berwarna. Hal ini lah yang membedakan ion transisi dengan ion non-transisi. Misalnya saja ion Al3+ dan Mg2+ yang tak berwarna dalam larutan air
Warna pada logam transisi disebabkan karena adanya splitting energi pada subkulit 3d. Pada logam transisi yang diisolasi memiliki orbital d yang energinya sama semua. Akan tetapi ketika logam transisi telah mengikat ligan maka orbital d mengalami pemisalah energi dimana ada orbital d yang mengalami penurunan energi dan ada juga orbital d yang mengalami kenaikan energi.
Warna yang tampak pada suatu benda disebabkan karena cahaya putih adalah cahaya yang mengandung semua warna, kemudian jika salah satu warna pada cahaya putih ini diserap oleh suatu benda maka benda tersebut akan memiliki warna komplemen dari warna yang diserap. Misalkan benda menyerap cahaya violet maka benda akan nampak berwarna kuning.
Misalnya saja senyawa [Cu(H2O)6]2+ yang berwarna biru. Ketika cahaya putih datang maka elektron akan mengabsorpsi cahaya merah untuk mengeksitasi electron sehingga cahaya yang tampak oleh mata kita adalah cahaya biru (cahaya putih dikurangi cahaya merah)
Beberapa kompleks logam transisi tidak memiliki warna, hal ini dikarenakan
Orbital d tersisi penuh electron misalnya saja ion Cu(I), sehingga electron tidak dapat berpindah karena semua orbital d telah tersisi elektron
Orbital d kosong akan electron misalnya saja Ti(IV), sehingga tidak ada electron yang dapat menyerap sinar tampak
Ketika subkulit 3d terisi penuh electron, maka tidak ada tidak ada tempat untuk electron berpindah, ketika subkulit 3d kosong electron maka tidak ada electron yang dapat tereksitasi sehingga tidak ada cahaya yang dapat diserap untuk kedua kasus diatas
Perbedaan energi pada unsur logam transisi bergandung pada perbedaan energi dari splitting orbital d. hal ini bergantung pada
Biloks dari logam transisi
Ligan dari ion kompleks
Ketika biloks atau ligan dari ion kompleks berubah maka warna dari ion komples pun akan berubah
Penggunaan logam transisi dalam reaksi redoks
Fe3+ merupakan agen pereduksi yang baik
½ O2 + 2H+ + 2Fe2+ 🡪 H2O + 2 Fe3+ E⁰=0.46 V
2Fe3+ +2I- 🡪 2Fe2+ + I2 E⁰= 0.23 V
Cr2O72- adalah agen pengoksidasi yang sangat kuat
Cr2O72- + 14H+ + 6I- 🡪 2Cr3+ +7H2O + 3I2 E⁰=0.79 V
Walaupun Cr2O72- juga membentuk Cr2+, namun Cr2+ dalam air akan membentuk Cr3+
½ O2 + 2H+ + 2Cr2+ 🡪 H2O + 2 Cr3+ E⁰ = 1.64 V
MnO4- adalah agen pengoksidasi yang sangat kuat
MnO4- + 8H+ + 5Fe2+ 🡪 Mn2+ + 5Fe3+ + 4H2O E⁰=0.75 V
Penggunaan logam transisi untuk katalis
Banyak logam transisi dan senyawa dari logam transisi yang merupakan katalis yang baik. Hal ini dikarenakan :
Kemampuan logam transisi untuk memiliki biloks yang bervariasi
Tersedianya orbital kosong dan pasangan electron bebas pada subkulit 3d, 4s, dan 4p untuk membentuk ikatan koordinasi dengan reaktan
Beberapa contoh logam transisi yang digunakan sebagai katalis dalam industry :
Unsur Transisi (Optional)
Kation logam transisi dapat menggunakan orbital kosong kulit ke tiga (orbital 3d) dan kulit ke empat (orbital 4s dan 4p) untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi dengan ligan
Klasifikasi dari Ligan
Atom dalam partikel ligan hanya dapat membentuk satu ikatan kovalen koordinasi. Ketika molekul ligan atau ion mengandung beberapa atom, maka ligan dapat membentuk lebih dari satu ikatan kovalen koordinasi
Ligan dapat diklasifikasikan sesuai dengan jumlah bilangan kovalen koordinasi yang dapat terbentuk oleh ligan tersebut. Beberapa contoh molekul ligan diberikan dalam table berikut
Bentuk kompleks
Terdapat tiga bentuk umum dari senyawa kompleks yaitu tetrahedral, square planar, dan octahedral
Struktur tetrahedral biasanya diperoleh ketika ligan membentuk empat bilangan kovalen koordinasi dengan atom logam transisi. Sebagai contoh [CoCl4]2-
Struktur square planar juga diperoleh ketika ligan membentuk 4 kovalen koordinasi dengan atom logam transisi contoh Pt(NH3)42+
Struktur octahedral diperoleh ketika ligan membentuk 6 ikatan kovalen koordinasi dengan atom logam transisi. Misalnya [Pt(CN)6]4-
Kebanyakan ion dari deret transisi golongan pertama membentuk kompleks tetrahedral dengan molekul air dengan rumus umum [M(H2O)6]z+
Kebanyakan ion logam transisi membentuk kompleks dengan EDTA4-. EDTA membentuk 6 ikatan dengan logam transisi.
Ketika ammonia berlebih ditambahkan pada larutan Cu2+ maka akan dihasilkan larutan berwarna biru gelap dengan rumus molekul [Cu(NH3)4(H2O)2]2+ dengan bentuk octahedral, akan tetapi jarak molekul air ke ion pusat lebih jauh daripada jarak ammonia ke ion pusat sehingga kompleks sering digambarkan sebagai square planar dari ligan ammonia
Isomer dalam kompleks
Terdapat tiga bentuk isomer yang terbentuk pada atom logam transisi. Isomer struktur, isomer cis-trans, dan isomer optic
Isomer struktur dari CrCl3(H2O)6
Terdapat tiga isomer yang memiliki warna yang berbeda. Ketika ligan dalam ion komplek diubah maka warna juga akan berubah
Perbedaan struktur dari ketika ion kompleks dapat diuji dengan penambahan larutan AgNO3. Ketika ion Cl- adalah ligan dari kompleks maka tidak dapat memberikan endapan AgCl.
Isomer cis-trans dari [Cr(NH3)4Cl2]+
Struktur dari isomer cis-trans dari ion [Cr(NH3)4Cl2]+ ditunjukan dalam gambar berikut :
Isomer optic dari Cr3+
Cr3+ dapat membentuk isomer dengan ligan bidentat contoh etanadioat dan 1,2 diaminoetana.
Sifat Kemagnetan dari Unsur Transisi
Terdapat 3 jenis dari sifat kemagnetan suatu logam
Feromagnetik : ketika suatu benda tertarik kuat oleh medan magnet contohnya logam besi
Paramagnetic : ketika suatu benda memiliki orbital dengan electron tak berpasangan, benda ini ditarik dengan lemah oleh medan magnet
Diamagnetic : suatu benda yang tidak dipengaruhi oleh medan magnet
Kebanyakan senyawa golongan transisi adalah paramagnetic karena adanya electron tak berpasangan pada orbital d. sifat paramagnetic nilainya sebanding dengan jumlah electron tak berpasangan sebagai contoh untuk Fe(H2O)6]3+ dan Ni(H2O)6]2+
Keduanya adalah paramagnetic akan tetapi paramagnetic dari Fe(H2O)6]3+ adalah 2.5 kali lebih besar Ni(H2O)6]2+dari karena Fe(H2O)6]3+ memiliki 2.5 kali electron tak berpasangan lebih banyak
Paramagnetic juga dapat diketahui dari bagaimana electron disusun dalam senyawa logam transisi.
Sebagai contoh atom Fe2+ dalam [Fe(CN)6]4- adalah nonparamagnetik hal ini menunjukan bahwa semua electron tunggal dalam Fe2+ dipaksa berpasangan oleh ligan CN-. Hal ini berbeda dengan [Fe(H2O)6]2+ yang ion Fe2+ masih memiliki electron tak berpasangan sehingga senyawanya bersifat paramagnetik.
Informasi tentang jumlah electron tak berpasangan dalam senyawa kompleks digunakan untuk menjelaskan ikatan yang terjadi dalam senyawa kompleks, hal ini dapat menunjukan berapa banyak orbital d yang terisi electron tunggal dan berapa banyak yang kosong
Kimia Vanadium
Vanadium dapat memiliki 4 biloks yang berbeda dalam senyawanya. Untuk masing-masing biloks, ion vanadium memiliki warna yang berbeda dalam larutanya.
Senyawa yang umum dari vanadium adalah Ammonium vanadate(V). NH4VO3. Dalam kondisi asam, vanadium ditemukan sebagai larutan berwarna kuning yang merupakan ion VO2+.
Ion Vanadium (V) dapat direduksi menjadi Vanadium (II) oleh Zn dan asam sulfat. Potensial reduksi standarnya adalah sbb
Zn2+ + 2e 🡪 Zn E° = -0.76 V
VO2+ + 2H+ + 2e 🡪 VO2+ + H2O E° = 1 V
VO2+ + 2H+ + e 🡪 V3+ + H2O E° = 0.34 V
V3+ + e 🡪 V2+ E° = -0.26 V
Zn/H2SO4 pertama kali mereduksi vanadium (V) menjadi vanadium (IV)
Zn + 2VO2+ + 4H+ 🡪 Zn2+ + 2 VO2++ 2H2O E=1.76 V
Warna larutan berubah dari kuning (VO2+) menjadi green (campuran dari VO2+ dan VO2+ ) menjadi blue (VO2+)
Zn/ H2SO4 kemudian mereduksi vanadium (IV) menjadi vanadium (III) sesuai reaksi berikut
Zn + 2VO2+ + 4H+ 🡪 Zn2+ + 2V3+ + 2H2O E=1.1 V
Warna larutan berubah dari blue (VO2+) menjadi green (V3+)
Zn/ H2SO4 kemudian mereduksi vanadium (III) menjadi vanadium (II) sesuai dengan reaksi berikut
Zn + 2V3+ 🡪 Zn2+ + 2V2+ E=1.1 V
Warna larutan berubah dari green (V3+) menjadi violet (V2+)
Oksigen di udara dapat mengoksidasi larutan vanadium (II) menjadi vanadium (III) sesuai reaksi berikut :
½ O2 + 2V2+ + 2H+ 🡪 2V3+ + H2O E=1.49 V
Oksigen diudara juga dapat mengoksidasi larutan vanadium (III) menjadi vanadium (IV) dengan reaksi berikut
½ O2 + 2V3+ + H2O 🡪 2VO2+ + 2H+ E°=0,89 V
Dalam praktiknya oksigen tidak dapat mengoksidasi vanadium (IV) menjadi vanadium (V). dalam hal ini biloks +4 dan +5 adalah biloks vanadium paling stabil jika dalam wujud larutannya.
Sejumlah kecil vanadium digunakan sebagai zat tambahan pada baja untuk meningkatkan kekerasanya dengan membentuk alloy
Kimia Kromium
Biloks umum dari Cr adalah +3 dan +6
Cr memiliki biloks +6 baik pada chromate (CrO42-) ataupun dikromat (Cr2O72-).
Ion CrO42- dapat diubah menjadi Cr2O72- dengan menambahkan asam
2 CrO42- (kuning) + 2H+ 🡪 Cr2O72- (orange) + H2O
Ion Cr2O72- dapat diubah menjadi CrO42- dengan menambahkan basa.
Cr2O72- (orange) + 2OH- 🡪 2 CrO42- (kuning) + H2O
Ion Cr2O72- adalah agen pengoksidasi yang sangat kuat
Cr2O72- + 14H+ + 6e- 🡪 2Cr3+ + 7H2O E°= 1,33 V
Contoh : reaksi oksidasi Fe2+ oleh K2Cr2O7 adalah
Cr2O72- + 14H+ + 6Fe2+ 🡪 2Cr3+ + 7H2O + 6Fe3+ E°= +0,56 V
Asam dikromat biasa digunakan untuk mengoksidasi alcohol menjadi aldehida, keton, dan asam karboksilat
Kromium digunakan sebagai tambahan pada baja karena
Menaikan kekerasan baja dengan membentuk alloy
Menghasilkan stainless stell. stainless stell tidak mudah terkorosi. Dan mengandung logam Cr an Ni dalam jumlah banyak
Kimia Mangan
Biloks yang umum dari Mn dirangkum dalam table berikut :
MnO42- green dapat diamati dalam waktu singkat ketika MnO4- direduksi. MnO42-adalah tidak stabil dalam kondisi sedikit asam atau sedikit basa. :
MnO42- 🡪 MnO4ˉ E=-0.56 V
MnO42- + 4H+ +2e 🡪 MnO2 + 2H2O E=2.26 V
3MnO42- + 4H+ 🡪 2 MnO4ˉ + MnO2 + 2H2O E=1.7 V
Dalam kondisi yang sangat basa MnO42- adalah stabil.
KMnO4 adalah agen pengoksidasi yang sangat kuat, pada kondisi asam dapat mengoksidasi ion Cl- menjadi Cl2.
MnO2 +4H+ +2e 🡪 Mn2+ + 2H2O E = 1.23 V
2Cl- 🡪 Cl2 + 2e E=-1.36 V
2MnO2 +16H+ + 10Cl- 🡪 2Mn2+ + 8H2O + 5Cl2 E = 0.16 V
Dalam hal ini
Klorine dapat diperoleh dengan menambahkan HCl pekat dengan Kristal KMnO4
HCl encer tidak dapat digunakan untuk titrasi KMnO4 dengan Fe2+ dan C2O42- karena MnO4ˉ akan mengoksidasi ion Cl- dengan lambat. Dalam hal ini harus digunakan H2SO4.
MnO2 adalah agen pengoksidasi yang sangat kuat. Dapat mengoksidasi Fe2+ dibawah kondisi asam
MnO2 +4H+ +2e 🡪 Mn2+ + 2H2O E = 1.23 V
Fe2+ 🡪 Fe3+ + e E= -0.77V
MnO2 +4H+ + 2Fe2+ 🡪 Mn2+ + 2H2O + 2Fe3+ E = 1.23 V
Penggunaan penting dari MnO2 adalah dalam sel kering batu baterai,
Kimia Besi
Biloks yang paling umum dari logam besi adalah sebagai berikut :
Biloks +3 adalah keadaan paling stabil dalam larutanya. Ion Fe2+ akan teroksidasi menjadi Fe3+ dengan atmosfer oksigen
Larutan Fe3+ akan tereduksi menjadi Fe2+ oleh banyak agen pereduksi misalnya Zn dan asam sulfat
Besi juga dapat membentuk senyawa besi(IV) yang merupakan agen oksidator kuat. Contohnya Barium Ferrate(IV), BaFeO4
Kesetabilan Biloks
Efek ligan
Ketika ligan diubah maka potensial reduksi Fe3+/Fe2+ juga berubah
[Fe(H2O)6]3+ + e ↔ [Fe(H2O)6]2+ E⁰ = 0.77 V
[Fe(CN)6]3+ + e ↔ [Fe(CN)6]2+ E⁰ = 0.36 V
Dalam hal ini Fe(III) lebih susah direduksi menjadi Fe(III) dengan adanya ligan CN-.
Efek pH
Potensial reduksi Fe3+/Fe2+ juga berubah ketika keasaman dari larutan berubah
kondisi asam = Fe3+(aq) + e 🡪 Fe2+ (aq) E⁰ = 0.77 V
kondisi basa = Fe(OH)3(aq) + e 🡪 Fe(OH)2 (aq) + OHˉ E⁰ = -0.56V
Dalam hal ini Fe(II) dapat dioksidasi menjadi Fe(III) dengan lebih mudah pada kondisi basa
Anomaly potensial redoks Fe3+/Fe2+
Potensial reduksi Fe3+/Fe2+ adalah kurang positif dibandingkan Mn3+/Mn2+. Hal ini dikarenakan konfigurasi dari ion Fe3+ dan Fe2+
Subkulit 3d dalam Fe2+ mengandung satu pasang electron (electron yang lain tunggal). Sehingga terjadi tolakan antara electron yang berpasangan ini. Sehingga satu dari dua electron berpasangan ini akan mudah lepas dan membentuk Fe3+.
Tes untuk Fe2+ dan Fe3+
Fe2+ dan Fe3+ dapat diidentifikasi dengan reaksi dengan NaOH
Fe2+ menghasilkan endapat hijau Fe(OH)2 yang secara lambat teroksidasi di udara menghasilkan endapan coklat Fe(OH)3
Fe3+ menghasilkan endapan coklat Fe(OH)3
Uji lain adalah dengan menggunakan larutan K4Fe(CN)6 dan KSCN.
Katalis Besi
Besi dan senyawanya adalah katalis untuk beberapa reaksi kimia
Logam besi adalah katalis heterogen dalam proses Haber Bosch untuk industry ammonia. Dalam hal ini, besi menggunakan orbital kosong, elekron tunggal, dan pasangan electron menyendiri pada orbital 3d, 4s, dan 4p untuk membentuk ikatan kovalen koordinasi dan ikatan lain dengan reaktan. Mengabsorpsinya pada permukaan besi. Ketika hal ini terjadi maka ikatan pada molekul reaktan akan menjadi lemah, menurunkan energy aktivasi sehingga reaktan akan mudah menjadi produk
Fe2+ adalah katalis homogen untuk reaksi ion Iˉ dengan ion S2O82-. Reaksi totalnya :
S2O82- + 2I- 🡪 2SO42- + I2
Katalis besi pada reaksi ini mengalami perubahan biloks dari +3 menjadi +2 , hal ini terjadi untuk membantu transfer electron dari S2O82- ke Iˉ. berikut mekanismenya
2Iˉ + 2Fe3+ 🡪 I2 + 2Fe2+
2Fe2+ + S2O82- 🡪 2SO42- + 2Fe3+
Pengkaratan besi dan baja
Besi mengalami korosi dengan kehadiran air dan oksigen
Dalam pengkaratan logam besi teroksidasi menjadi Fe2+ kemudian menjadi Fe3+. Karat biasanya merupakan hidrat dari besi(III) oksida
Adapun reaksi korosi adalah sebagai berikut
Fe (s) 🡪 Fe2+ (aq) + 2e
O2 (aq) + 2 H2O (l) + 4e 🡪 4OHˉ (aq) +
2Fe(s) + O2 (aq) + 2 H2O(l) 🡪 4OHˉ (aq) + 2Fe2+
Kemudian 2OHˉ (aq) + 2Fe2+ 🡪 Fe(OH)2 (s)
Kemudian Fe2+ ini akan dioksidasi lebih lanjut menjadi Fe3+ dengan atmosfer oksigen
Pencegahan korosi
Korosi dapat dicegah atau dilambatkan dengan dua metode dasar
Metode barrier
Metode ini dilakukan dengan melapisi besi dengan beberapa material sehingga oksigen dan air tidak dapat kontak langsung dengan besi
Melapisi besi dengan minyak dan oli
Mengecat besi
Electroplating besi dengan logam lain missal timah, kromium atau nikel
Memberi treatmen dengan asam posfat. Dimana karat dari besi akan bereaksi dengan asam fosfat membentuk lapisan yang tidak larut FePO4, layer ini berfungsi sebagai barrier
Memberi treatmen pada besi dengan larutan HCO3Na. dimana HCO3ˉ akan bereaksi dengan OHˉ yang dibentuk selama proses pengkaratan membentuk ion karbonat. Ion karbonat akan bereaksi dengan Fe3+ membentuk lapisan insoluble Fe2(CO3)3 pada permukaan besi. Lapisan inilah yang akan menjadi barrier nantinya
Metode elektrokimia
Metode galvanisasi besi adalah melapisi besi dengan Zn.
Sel elektrokimia akan terbentuk ketika besi galvanisasi ini menjadi basah. Zn adalah ujung negative dari sell. Zink akan larut sesuai reaksi berikut
Zn(s) 🡪 Zn2+ + 2e.
electron akan mengalir melalui batang Zn ke besi. Sehingga besi akan menjadi elektroda positif. Adapun reaksi yang terjadi pada elektroda besi ini adalah
O2 + 2H2O + 4e- 🡪 4OH-
adapun reaksi lain yang terjadi pada elektroda besi adalah
Fe2+ + 2e- 🡪 Fe
2H+ + 2e- 🡪 H2
Sehingga elektroda dari Zn akan menghalangi besi menjadi Fe2+
Menghubungkan besi dengan material lain yang lebih reaktif dengan suatu kabel. Misalnya saja batangan logam magnesium digunakan untuk membantu mencegah pipa bawah tanah mengalami korosi
Biokimia dari besi
Besi sangat penting dalam system makhluk hidup, contohnya adalah sebagai berikut:
Dalam hemoglobin, dimana molekul ini membantu transport oksigen di dalam tubuh
Dalam cytochrome, dimana molekul ini membantu transfer electron yang digunakan untuk mereduksi O2 di dalam tubuh ( Hal ini dilakukan dengan mengubah biloks dari +2 menjadi +3)
Kimia Kobalt
Reaksi Co2+ dengan HCl
Larutan Co2+ dalam air berupa [Co(H2O)6]2+ yang berwarna merah atau red pale
Ketika HCl ditambahkan pada kompleks ini maka akan dihasilkan larutan berwarna biru
[Cu(H2O)6]2+ + 4Cl- 🡪 [CuCl4]2- + 6H2O ΔH = (+)
Larutan berubah menjadi biru dengan terbentuknya [CuCl4]2-
Terjadi perubahan bentuk kompleks dari octahedral menjadi tetrahedral
Ketika dipanaskan maka campuran biru merah dari campuran [Co(H2O)6]2+ dan [CuCl4]2- menjadi lebih biru dan kurang merah dengan naiknya [CuCl4]2- hal ini sesuai dengan asas Le Chatelier
Stabilitas kompleks
Kobalt dapat membentuk Co2+ dan Co3+
Potensial reduksi dari perubahan Co(III) menjadi Co(II) dengan menggunakan ligan air dan ammonia adalah sbb ;
[Co(H2O)6]3+ + e 🡪[Co(H2O)6]2+ E=1.82 V
[Co(NH3)6]3+ + e 🡪[Co(NH3)6]2+ E=0.10 V
Dalam larutan standar dengan ligan H2O, maka larutan [Co(H2O)6]3+ akan diubah menjadi [Co(H2O)6]2+.
2[Co(H2O)6]3+ + H2O 🡪[Co(H2O)6]2+ + ½ O2 + 2H+ E=0.59 V
Disini larutan [Co(H2O)6]3+ tidak stabil berada dalam air, sehingga air akan teroksidasi menjadi Oksigen dan kompleks tereduksi. Ion Co di dalam air lebih stabil memiliki biloks +2 dibandingkan +3.
Dengan ligan NH3, larutan [Co(NH3)6]2+ dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi [Co(NH3)6]3+
[Co(NH3)6]2+ + ½ O2 + 2H+ 🡪 [Co(NH3)6]3+ +H2O E =1.13 V
Dalam hal ini [Co(NH3)6]3+ adalah tidak stabil sehingga kobalt dengan kehadiran ligan ammonia lebih stabil memiliki biloks +3 dibandingkan +2
Biokimia Kobalt
Vitamin B12 adalah molekul bebas yang mengandung 1 atom kobalt
Dalam vitamin B12, atom kobalt bersifat :
Memiliki biloks +3
Diikat oleh 5 atom N dan 1 atom C
Memiliki bilangan koordinasi 6
Vitamin B12 adalah sangat penting untuk membuat sel darah merah di dalam tubuh
Vitamin adalah kofaktor. Kofaktir adalah molekul yang akan diserang oleh enzim, supaya enzim ini bisa berfungsi. Vitamin B12 adalah kofaktor untuk beberapa enzim
Mekanisme pasti dari kerja vitamin B12 tidak diketahui secara lengkap . akan tetapi diketahui awalnya kobalt mengalami perubahan biloks dari +3 menjadi +2 kemudian menjadi -3 kembali
Penggunaan Kobalt
Alloy dari kobalt dengan kromium atau tungsten bersifat sangatlah kuat dan digunaka sebagai alat potong kecepatan tinggi
Alloy kobalt dengan alumunium dan nikel digunakan sebagai magnet permanen yang sangat kuat
Ketika Kristal pink CoCl2.6H2O dipanaskan, maka akan terjadi perubahan warna dari pink menjadi biru dengan hilangnya molekul air. CoCl2 anhidrat biru digunakan untuk tes air karena warnanya dapat berubah dari biru menjadi merah dengan penambahan air
CoCl2 anhidrat ini biasanya dicampur dengan silica gel kering untuk ditempatkan di kamera atau alat elektronik lainnya. Ketika silica gel menyerap terlalu banyak air maka CoCl2 berubah warna dari biru menjadi pink
Kimia Nikel
Nikel terdapat dialam sebagai NiS
NiS dapat teroksidasi di udara membentuk NiO
NiO kemudian dicampur dengan carbon menhasilkan logam Ni yang tidak murni
NiO(s) + C(s) 🡪 Ni(s) + CO(g)
Ni tak murni ini dimurnikan dengan proses Ni-Karbonil
Ni tak murni dipanaskan dengan gas CO pada suhu sekitar 60⁰C menghasilkan Ni(CO)4
Ni(s) + 4 CO(g) 🡪 Ni(CO)4 (g)
Ketika logam Ni bereaksi maka logam pengotor tidak akan bereaksi dengan CO pada kondisi ini
Ni(CO)4 kmudian dilewatkan pada suhu sekitar 200⁰C kemudian Ni(CO)4 didekomposisi untuk menghasilkan Ni murni
Ni(CO)4 (g) 🡪 Ni(s) + 4 CO(g)
Gas CO dapat di gunakan ulang
Dalam proses ini harus dijaga supaya tidak ada gas CO atau gas Ni(CO)4 yang keluar ke atmosfer karena senyawa tersebut sangat beracun
Nikel digunakan sebagai katalis adisi ikatan C=C dengan hydrogen. Proses ini sangat penting untuk pembuatan margarine. Dalam hal ini gas H2 ditambahkan pada ikatan C=C dari lemak untuk menghasilkan margarine.
Nikel digunakan sebagai logam electroplating karena bersifat tahan korosi. Biasanya logam lain (misalnya Cromium) dielektroplating lagi diatasnya
Sejumlah besar nikel digunakan untuk membuat alloy nikel dengan logam lain.
Kimia Tembaga
Biloks umum dari Cu adalah +1 dan +2, Cu2+ stabil di air dalam bentuk ion Cu(H2O)6]2+. Sedangkan Cu+ tidak stabil dalam air dan dapat dengan cepat mengalami disporposionasi. Cu+ hanya stabil di air dalam wujud :
Senyawa yang sangat tidak larut dalam air seperti CuCl atau Cu2O
Terikat sangat kuat dengan kompleks seperti [Cu(CN)4]3-
Komplek dari Cu2+
Berikut reaksi yang dapat terjadi
[Cu(H2O)6]2+ + HCl pekat 🡪 [CuCl4]2- (kuning)
[Cu(H2O)6]2+ + NH3🡪 Cu(OH)2 + NH3 berlebih 🡪 Cu(NH3)4(H2O)2]2+ (deep blue)
[Cu(H2O)6]2+ + EDTA4- 🡪 Cu(EDTA)]2-
Ketika HCl pekat ditambahkan pada larutan yang mengandung ion Cu2+, maka larutan akan berubah warna dari biru menjadi kuning. Perubahan ini terjadi karena kompleks [Cu(H2O)6]2+ secara bertahap diganti oleh ligan Cl-. Molekul air juga dapat diganti oleh ligan lain.
Reduksi dari Cu(II)
Larutan Cu2+ bereaksi dengan KI menghasilkan endapan CuI dan larutan I2.
2Cu2+(aq) + 4Iˉ(aq) 🡪2CuI (s) + I2 (aq)
Reaksi yang mirip juga terjadi dengan KCN
2Cu2+(aq) + 4CNˉ(aq) 🡪2CuCN (s) + C2N2 (aq)
CuCN larut dalam dengan KCN berlebih menghasilkan [Cu(CN)4]3-
Larutan fehling adalah larutan basa dari Cu2+. Cu2+ direduksi menjadi Cu2O oleh aldehida dan hydrazine. Reaksi ini digunakan untuk uji aldehida
Dalam semua reaksinya, senyawa Cu(I) yang dihasilkan adalah sangat tidak larut dalam air
Disproporsionasi dari Cu+
Dalam wujud larutanya. Cu+ dapat mengalami disporposionasi
2Cu+ 🡪 Cu2+ + Cu E⁰=0.37 V
Apabila Cu+ dipanaskan dengan H2SO4, maka larutan biru CuSO4 dan endapan red-brown dari logam Cu yang dihasilkan. Reaksi ini juga merupakan reaksi disproporsionasi.
Cu2O(s) + H2SO4(aq) 🡪 Cu + CuSO4(aq) + H2O(l)
Pemurnian Tembaga
Tembaga tak murni dapat dimurnikan dengan elektrolisis. Cu tak murni diletakan di anoda dan Cu murni diletakan dikatoda dengan menggunakan larutan CuSO4
Dalam proses elektrolisis
Cu dari anoda larut sebagai elektrolit
Cu (s) 🡪 Cu2+ + 2e
Ion Cu2+ tereduksi di katoda
Cu2+(aq) + 2e 🡪 Cu(s)
Net reaksinya adalah perpindahan Cu murni dari anoda ke katoda
Pengotor yang berada di anoda jatuh dan terkumpul dibawah anoda. Pengotor tersebut biasanya dapat berupa logam yang lebih mahal misalnya saja Ag dan Au. Ag tidak ikut larut karena potensial reduksinya lebih positif dibandingkan Cu sehingga Cu larut lebih dahulu.
Komentar
Posting Komentar